Seorang temanku terkena diare, penyakit yang baru seumur
hidup kurasakan beberapa bulan lalu. Aku tau rasanya sungguh menyiksa. Seseorang
yang terkena diare dipaksa mengeluarkan apapun yang ada di perut. Biarpun sudah
tidak ada apa-apa lagi, tetap ia diminta mengeluarkannya. Hingga pada satu
titik, ketika perutnya sudah habis dikuras, dia praktis hanya akan mengeluarkan
air, air, dan air. Aku paham betapa
ngilunya mengidap diare.
Maka, kuputuskan untuk menjenguk temanku itu. Membawakan beberapa
hal yang kurasa bisa membantu menyembuhkan atau setidaknya membuat keadaannya
lebih baik. Aku bawakan yoghurt karena
bisa membunuh kuman penyebab diare, minuman isotonik karena membantu
mengembalikan cairan yang hilang, dan salak karena kabarnya dia mampu menyumbat
keinginan buang air.
Di toko buah, nampak salak yang tersisa tinggal sedikit. Mungkin
1,5 kilo lagi.
“Bu, ini berapaan harga salaknya?”
“7 ribu sekilo neng”
Aku mengambil keresek dan memasukan beberapa buah salak
untuk kemudian ditimbang.
“Cuma segini? Ini gak nyampe sekilo neng”, kata si ibu
penjual begitu salak-salakku ditimbang.
“iya bu nggakpapa. Ini buat orang sakit kok, jadi nggak
perlu banyak-banyak. Jadi berapa bu?”
“3500 neng”
Aku memberikan uang 5000. Setelah menerimanya, si ibu
membuka-buka tasnya, tampak mencari-cari sesuatu, sepertinya kembalian.
“oh gausah bu, gausah kembali gakpapa”
“looh neng. Yowis kalogitu sini sini”, si ibu menarik
kembali keresek salakku, seluruh salak sisanya diimasukin juga ke dalam keresek
salakku. Kini salaknya habis tak bersisa.
“ini, dibawa aja semua gakpapa..”, jelas si ibu.
“loh bu jangan, sayang. Ini lumayan kalo dijual bu..” aku
berusaha menolak karena merasa tidak enak.
“wis ndakpapa. Dibawa aja..”
Aku tersenyum dalam hati. Setelah berterimakasih, aku
berpamitan pergi.
Benar nyatanya, kebaikan itu menular. Kindness is
contagious.