Ia terbangun. Bahkan sebelum
jam kodok berwarna hijau yang terletak di
nakas samping tempat tidurnya membunyikan alarm. Napasnya sedikit tersengal. Walau pendingin ruangan menunjukkan angka ‘17’ dalam satuan derajat selsius, namun ia
masih saja berkeringat dan merasa sesak. Diucapkannya istighfar berulang kali. ‘mimpi buruk apa lagi barusan’, batinnya,
dengan posisi duduk dan tatapan lurus ke depan.
Dia usap mukanya sekali dengan telapak tangan, melirihkan
doa bangun tidur sambil terus merenung, dadanya naik turun.
Pertanda apa mimpi buruk ini?
Rindukah ia dengan si pemeran utama dalam mimpinya itu?
Entahlah. Rasanya terlalu sederhana bila hanya disebut rindu.
Ia raih ponsel genggam yang terletak di nakasnya. Dengan masih
setengah sadar, ia ketikkan sebuah alamat pada kolom browsernya. Alamat milik
sang pemeran utama dalam mimpinya. Alamat yang entah berapa kali dalam
sehari ia kunjungi walau tetap sama saja isinya, bahkan semalam—sebelum ia tidur
dan mengunjungi untuk yang ke sekian kalinya—tetap saja sama.
Kali ini ia sedikit terkesiap, ‘Oh? Tulisan baru? Sejak kapan?’, batinnya. Dilihatnya baik-baik tulisan itu.
‘Hmm, 9 September. Berarti
semalem , setelah aku tidur.’
1,2,3 kata demi kata coba ia cerna dengan keadaan setengah
sadar, sambung menyambung merangkai sebuah makna yang pelan-pelan mengutuhkan
keasadarannya. Seketika ia mematung usai membaca keseluruhan bagian. Mukanya menghangat,
kala tahu yang di sebrang sana merasakan hal yang sama. Setelah beberapa
saat terdiam, ia usap lagi mukanya dengan telapak tangan.
Entah mimpinya dan tulisan itu hanya sebuah kebetulan di
waktu yang sama,
ataukah ada kaitannya untuk hati yang saling merindu.
".....dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
Q.S. Al-Baqarah: 155
Tidak ada komentar:
Posting Komentar